TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pengertian
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada infrakranial yang
menempati ruang di dalam tengkorak (Smeltzer & Brenda, 2001).
Tumor otak merupakan lesi destruktif pada CNS Tappa. Penanganan akan
menjadi fatal benigna / maligna, di dalam bagian / luar otak, invasif /
noninvasive, pertumbuhan lambat/cepat (Black & Matussarin, 1997).
Neoplasma /tumor adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh
sel-sel yang tumbuh secara terus menerus secara tidak terbatas, tidak
terkoordinasi dengan jaringan sekitar dan tidak berguna bagi tubuh (Tim FKUI,
1996).
SOL merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intra
cranial khususnya yang mengenai otak (Lony, 1996).
B. Etiologi
Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang
terkena. Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada
ketidaknormalan sensori dan motorik. Perubahan pengelihatan dan kejang karena
fungsi dari bagian-bagian berbeda-beda dan otak. Lokasi tumor dapat ditentukan
pada bagiannya dengan mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi oleh adanya
tumor.
1.
Tumor lobus
frontal
Sering
menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah laku
dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak
teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
2.
Tumor
cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)
Mengatakan
pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang sempoyongan dengan
kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan nigtatius (gerakan mata
berirama tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak horizontal.
3.
Tumor korteks
motorik
Menimbulkan
manifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian dimana kejang terletak
pada satu sisi.
4.
Tumor lobus
frontal
Sering
menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah laku
dan distulegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak
teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
5.
Tumor intra
cranial
Dapat
menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara dan gangguan
gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang paling sering
adalah meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat maligna) dan metastase
serebral dari bagian luar.
6.
Tumor sudut
cerebelopointin
Biasanya
diawali pada jaring saraf akustik dan memberi rangkaian gejala yang timbul
dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.
Gejala
pertama
-
Tinitus dan
kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf yang mengarah
terjadinya tuli (gangguan fungsi saraf cranial ke VIII / vestibulochorlearis /
oktavus)
-
Kesemutan dan
rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan dengan cranial ke
V/trigemirus)
-
Terjadi
kelemahan atau paralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII / fecialis)
-
Pembesaran
tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada fungsi motorik
(aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan)
C. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis, gejala-gejala terjadi
berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan. Gejala
neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan
fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi/ invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron. Tentunya disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh
paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
bertambah menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan avebrovaskuler primer. Sedangkan kejang sebagai
manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan
perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak
sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan TIK
dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya masa dalam tengkorak,
terbentuknya edema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal.
Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya masa, karena tumor akan mengambil
ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan
edema dalam jaringan otak. Mekanisme belum seluruhnya dipahami, namun diduga
disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan
edema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan
volume intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel
lateral ke ruang subaralinoid menimbulkan hidrochepalus.
Peningkatan TIK akan membahayakan jiwa, bila terjadi
secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi
efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila TIK timbul cepat. Mekanisme
kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume
cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel
parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi inkus
serebral. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporal bergeser ke
inferior melalui insisura tentorial oleh masa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan mensensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf ketiga.
Pada herniasi serebelum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen
magnum oleh suatu masa posterior kompresi medulla oblongata dan henti nafas
terjadi dengan cepat, intrakranial yang cepat adalah bradikardi progresif,
hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).
D.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Rontgen tengkorak
Untuk
diagnostik sekurang-kurangnya diambil dari 2 arah, ialah anteroposterior dan
lateral.
2. Lumbal fungsi, arteriografi dan pneumoensefalografi
3. EEG
4. CT-scan
E. PATHWAY
F. PENATALAKSANAAN
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu
akibat peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor.
Pasien dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera
bila memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya
adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa
meningkatkan penurunan neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya
gejala-gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi).
-
Pendekatan
pembedahan (craniotomy)
Dilakukan
untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada serebelum, kista
koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan beberapa
granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara
menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan yang
mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian
besar dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal
atau menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.
-
Pendekatan
kemoterapy
Terapi
radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan
timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sum-sum tulang
autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi
atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong pasien
terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi
digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa digunakan pada
klien :
1.
Segera setelah
pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
2.
Setelah tumor
recurance
3.
Setelah lengkap
tindakan radiasi
-
Pendekatan
stereotaktik
Stereotaktik
merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu di dalam otak
dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk menghancurkan jaringan
pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple sklerosis & epilepsy.
Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi
pada radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di
sekitarnya dilakukan pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan
langsung ke dalam tumor.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi
setelah pembedahan :
-
Kehilangan
memory
-
Paralisis
-
Peningkatan ICP
-
Kehilangan /
kerusakan verbal / berbicara
-
Kehilangan /
kerusakan sensasi khusus
-
Mental
confusion
-
Perubahan
visual dan verbal
-
Perubahan
kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit kepala
-
Perubahan pupil
-
Kelemahan otot
/ paralysis
-
Perubahan
pernafasan
H. PROSES
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Data klien
b.
Riwayat
kesehatan
-
Keluhan utama
-
Riwayat
penyakit sekarang
-
Riwayat
penyakit dahulu
-
Riwayat
penyakit keluarga
c.
Pemeriksaan
fisik
-
Saraf : kejang,
tingkah laku aneh, disorlektasi, afasia, penurunan/ kehilangan memory, efek
tidak sesuai, berdesis
-
Penglihatan :
penurunan lapang pandang, penglihatan kabur, diplopia, halusinasi
-
Pendengaran :
tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
-
Jantung :
bradikardi, hipertensi
-
Sistem
pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial, obstruksi jalan nafas
-
Sistem hormonal
: aminorhea, rambut rontok, DM
-
Motorik :
kelemahan sendi, hiper ekstensi, disfungsi neuro auskuler, ataxia
2.
Diagnosa
keperawatan dan intervensi
1)
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular (hilangnya kontrol
terhadap otot pernafasan) ditandai dengan : perubahan kedalaman pernafasan,
dispnea, obstruksi jalan nafas, aspirasi
Tindakan:
-
Bersihkan jalan
nafas
-
Monitor TTV
-
Pantau AGD
-
Monitor
penurunan AGD
-
Kolaborasi
pemberian O2
2)
Gangguan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoxia jaringan, serebral,
ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak,
defresi SSP dan edema
Tindakan:
-
Tentukan faktor
yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan
perfusi dan potensial peningkatan TIK
-
Catat status
neurology secara teratur
-
Kaji respon
motorik terhadap perintah sederhana
-
Pantau TTV
-
Evaluasi :
pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman penglihatan dan penglihatan
kabur
-
Pantau suhu
lingkungan
-
Pantau intake
dan output turgor
-
Batasi batuk,
muntah
-
Pertahankan
adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
-
Tinggikan
kepala 15-450
3)
Gangguan rasa
nyaman : nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dengan :
nyeri kepala terutama pagi hari, klien merintih kesakitan, nyeri bertambah bila
klien batuk, membungkuk, mengejan.
Tindakan:
-
Pantau nyeri
PQRST
-
Beri kompres
dimana area yang sakit
-
Monitor TTV
-
Beri posisi
yang nyaman
4)
Resiko tinggi
cidera berhubungan dengan disfungsi otot sekunder terhadap depresi SSP,
ditandai dengan : kejang, disorientasi, gangguan penglihatan, pendengaran
Tindakan:
-
Identifikasi
bahaya potensial pada lingkungan klien
-
Pantau tingkat kesadaran
-
Orientasikan
klien pada tempat, orang, waktu, kejadian
-
Observasi saat
kejang, antikonvulsi
-
Anjurkan klien
untuk tidak beraktivitas
5)
Perubahan
proses pikir berhubungan dengan perubahan patologi penyakit ditandai
disorientasi, penurunan kesadaran, sulit konsentrasi.
Tindakan :
-
Kaji rentang
perhatian
-
Pastikan
keluarga untuk membandingkan kepribadian sebelum mengalami trauma dengan respon
klien sekarang
-
Pertahankan
bantuan yang konsisten
-
Jelaskan
pentingnya pemeriksaan neurologis
-
Instruksikan
untuk melakukan relaksasi
-
Hindari
meninggalkan klien sendiri
6)
Cemas
berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur
Tindakan :
-
Kaji status
mental dan tingkat cemas
-
Beri penjelasan
hubungan antara proses penyakit dan gejala
-
Jawab setiap
pertanyaan dengan penuh perhatian
-
Libatkan
keluarga dalam perawata
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E & Moorhouse, (2000). Rencana Askep :
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta: EGC
Engram, Barbara, (1998). Rencana Asuhan KMB. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C & John E Hall, (1997). Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: EGC
Lynda Juall, Carpenito. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif, (1998). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Medika Gesapius
Puspita S, S. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
FK UI.
Price, Sylvia Enderson. (1994). Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Brenda. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
0 comments:
Post a Comment