SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI

Wednesday, March 23, 2016

ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS PARU (TB PARU)


BAB II
KONSEP DASAR

A.    PENGERTIAN
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer, 1999, hal. 472).
Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus (Corwin, 2001, hal. 414).
Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi juga mengenai organ tubuh lainnya (Departemen Kesehatan, 2002, hal. 9).

B.    ETIOLOGI
Tuberculosis paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 0,3 – 0,6 um. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut bakteri tahan asam. Sifat lain kuman ini adalah aerob yaitu kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan O2 nya. Dalam hal ini tekanan O2 pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis. (Soeparman, 1999, hal. 715).
Mereka yang paling beresiko tertular basil adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif khususnya individu yang sistem imunnya tidak adekuat (Corwin, 2001, hal. 414).

C.    MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama TB paru menurut Mansjoer (1999 hal 472) adalah:
a.     Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40 – 41oC,
b.     Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah muncul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
c.     Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
d.     Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e.     Maleise
Gejala maleise sering ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat malam.
Pasien TB paru menampakkan gejala klinis yaitu:
a.     Tahap asimtomatis
b.     Gejala TB paru yang khas, kemudian stagnansi dan regresi
c.     Eksaserbasi yang memburuk.
d.     Gejala berulang dan menjadi kronik.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:
a.     Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronchi basah, dan lain-lain).
b.     Tanda-tanda penarikan paru diafragma, dan mediastrium.
c.     Sekret di saluran nafas dan ronchi.
d.     Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.

D.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (1999 hal. 472 ) pemeriksaan penunjang pada Tuberculosis paru antara lain:
a.     Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
b.     Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, Limfositosis)
c.     Foto toraks Postereor Anterior (PA) dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis tuberculosis, yaitu:
1)    Bayang lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah.
2)    Bayangan berawan (patchy) berbercak (nodular).
3)    Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
4)    Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
5)    Adanya kalsifikasi.
6)    Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
7)    Bayangan milier.
d.     Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30 – 70% pasien TB yang dapat di diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
e.     Tes PAP (Peroksislase anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya lg 6 spesifik terhadap basil TB.
f.      Tes Mantoux/Tuberkulin
g.     Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada satu mikroorganisme dalam spesimen.
h.     Becton Dikinson Diagnotic Instrumen System (BACTEC)
Deteksi Growth Index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh Mycobacterium Tuberculosis.
i.      Enzim Inked Immunosorbent Assay
j.      Mycodot
Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.

E.    PATOFISIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Apabila bakteri tuberculin dalam jumlah yang bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati saluran napas bawah, maka pejamu akan melakukan respons imun dan peradangan yang kuat. Karena respons yang hebat ini, akibat diperantarai oleh sel T, maka hanya sekitar 5 % orang yang terpajan basil tersebut menderita tuberculosis aktif. Penderita TBC yang bersifat menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi tuberculosis aktif dan hanya pada masa infeksi aktif.
Basil mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respons imun adalah lebih untuk mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respons selular melibatkan sel T serta makrofag. Makrofag mengelilingi basil diikuti oleh sel T dan jaringan fibrosa membungkus kompleks makrofag basil tersebut. Tuberkel akhirnya mengalami kalsifikasi dan disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-x toraks. Sebelum ingesti bakteri selesai, bahan mengalami perlunakan (perkijuan). Mikro-organisme hidup dapat memperoleh akses ke sistem trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke orang lain. Bahkan walaupun telah dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup dalam tuberkel.
Apabila partikel infeksi terisap oleh orang sehat, akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kuman menetap di jaringan paru akan bertumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di salurang hidung dan cabang besar bronkus. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi imun dan peradangan yang hebat. Edema interstisium dan pembentukan jaringan parut permanen di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbondioksida sehingga pertukaran gas menurun.(Corwin, 2001: 414)


F.    PATHWAY



G.   KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin muncul akibat TBC antara lain (Depkes, 2000, hal 11) :
1.     Hemoptisis
2.     Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
3.     Bronkiektasis
4.     Pneumotorak
5.     Penyebaran infeksi ke organ lain
6.     Insufisiensi cardio pulmoner

H.   PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (1999 hal 473) penatalaksanaan pada tuberculosis paru antara lain:
1.     Obat anti TB (OAT)
OAT harus di berikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisi dengan atau tanpa obat ketiga.
Tujuan pemberian OAT, antara lain:
a.     Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan bekterisid.
b.     Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi.
c.     Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis.
2.     Pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase, yaitu:
a.     Fase awal intensif, dengan kegiatan bekterisid untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat.
b.     Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional.
OAT yang biasa digunakan antara lain Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Steptomosin (S) yang bersifat bekterisid dan etambutol yang bersifat bakteriostatik.
3.     Panduan OAT pada TB paru (WHO 1993)
Panduan OAT
Klasifikasi dan
Tipe Penderita
Fase Awal
Fase Lanjutan
Kategori 1

Kategori 2


Kategori 3
I.  BTA (+) baru
J.  Sakit berat: BTA (-) luar paru
Pengobatan Ulang:
K.    Kambuh BTA (+)
L. Gagal
M.   TB paru BTA (-)
N.    TB luar paru
2 HRZS (E)
2 RHZS (E)

2 RHZES/1 RHZE
2 RHZES/1 RHZE
2 RHZ
2 RHZ/2 R3H3Z3
4 RH
4 R3H3

5 RHE
5 R3H3E3
4 RH
4 R3H3

Keterangan:
4 HRZ : Tiap hari selama 2 bulan
4 RH: Tiap hari selama 4 bulan
4 H3R3: 3 kali seminggu selama 4 bulan

I.    FOKUS KEPERAWATAN
1.     Pengkajian
Menurut Doengoes (2000 hal 240) data dasar pengkajian pasien antara lain:
a.     Aktivitas/istirahat
Gejala:
1)    Kelelahan umum dan kelemahan
2)    Nafas pendek karena kerja
3)    Kesulitan tidur pada malam hari
Tanda:
1)    Takikardi, takipnea/dispnea pada kerja.
2)    Kelelahan otot, nyeri dan sesak.
b.     Integritas Ego
Gejala:
1)    Adanya/faktor stress lama.
2)    Perasaan tak berdaya/tidak ada harapan.
Tanda:
1)    Menyangkal
2)    Ansietas, ketakutan, mudah terangsang.
c.     Makanan/cairan
Gejala:
1)    Kehilangan nafsu makan.
2)    Penurunan berat badan.
Tanda:
Tugor kulit buruk, kering/kulit bersisik.
d.     Nyeri/kenyamanan
Gejala:
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Tanda:
Berhati - hati pada area yang sakit.
e.     Pernafasan
Gejala
1)    Batuk, produktif atau tak produktif.
2)    nafas pendek
Tanda:
1)    Peningkatan frekuensi pernafasan.
2)    Karakteristik sputum: hijau/purulen, mukoid kuning atau bercak merah.
f.      Keamanan
Gejala:
Adanya penekanan imun.
Tanda:
Demam rendah atau sakit panas akut.

g.     Interaksi sosial
Gejala:
1)    Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular.
2)    Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
h.     Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
1)    Riwayat keluarga TB.
2)    Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk.
3)    Rencana pemulangan Memerlukan bantuan dengan/gangguan dalam terapi obat dan pemeliharaan/perawatan rumah.
2.     Fokus Intervensi
Menurut Doengoes (2000) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus tuberculosis paru adalah sebagai berikut
1.     Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat penurunan kerja silia.
a.     Kriteria hasil: Menurunkan resiko penyebaran infeksi.
b.     Intervensi:
2)    Kaji potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah.
Rasional :  Sebagai pemahaman kepada pasien/orang terdekat untuk mencegah infeksi ke orang lain.

3)    Identifikasi orang yang beresiko.
Rasional :  Orang – orang yang terpajan perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.
4)    Anjurkan pasien untuk batuk/bersin mengeluarkan ludah dengan tissue.
Rasional :  Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
5)    Awasi suhu sesuai indikasi.
 Rasional: Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.
6)    Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional :  Periode singkat berakhir 2 – 3 hari setelah kemoterapi awal, resiko penyebaran infeksi berlanjut sampai 3 bulan.
7)    Dorong memilih makanan seimbang.
Rasional :  Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan.
2.     Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal.
a.     Kriteria hasil
Mempertahankan jalan nafas pasien, mengeluarkan sekret tanpa bantuan, menunjukkan perilaku untuk mempertahankan bersihan jalan nafas, berpartisipasi dalam program pengobatan.
b.     Intervensi
1)    Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional :  Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronchial dan dapat memerlukan intervensi lanjut.
2)    Berikan posisi semi fowler/fowler tinggi, bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam.
Rasional :  Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
3)    Bersihkan sekret dari mulut dan trachea.
Rasional :  Mencegah obstruksi/aspirasi
4)    Pertahankan makanan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra indikasi.
Rasional :  Pemasukan tinggi cairan membantu mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.
3.     Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, obstruksi jalan nafas.
a.     Kriteria hasil
Melaporkan tidak adanya/penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan Gas Analisa Darah (GDA) dalam rentang normal, bebas dari gejala distress pernapasan.

b.     Intervensi
1)    Kaji dispnea, takipnea, menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
Rasional :  TB paru menyebabkan efek luar pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas.
2)    Tunjukkan/dorong bernafas bibir selam ekshalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional :  Membuat tahapan melawan udara luar, untuk mencegah penyempitan jalan nafas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan nafas pendek.
3)    Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan.
Rasional :  Menurunkan konsumsi O2/kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
4.     Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/produksi sputum, dispnea, anoreksia, ketidakcukupan sumber keuangan.



a.     Kriteria hasil
Menunjukkan BB meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi, melakukan perubahan pola hidup untuk mempertahankan berat yang tepat.
b.     Intervensi
1)    Catat status nutrisi: turgor, kulit, BB, integritas mukosaoral, adanya tonus usus, mual/muntah atau diare.
2)    Pastikan pola diet biasa pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional :  Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus.
3)    Awasi input/out put dan BB secara periodik.
Rasional :  Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4)    Selidiki anoreksia, mual, muntah, frekuensi, volume dan konsistensi feses.
Rasional :  Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan untuk meningkatkan pemasukan/penggunaan nutrien.
5)    Dorong/berikan periode istirahat sering.
Rasional :  Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.
6)    Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
Rasional :  Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
7)    Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional :  Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.
5.     Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan kognitif, tak akurat/tak lengkap informasi yang ada.
a.     Kriteria hasil
1)    Menyatakan pemahaman proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.
2)    Melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang TB.
3)    Mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi/intervensi.
4)    Menggambarkan rencana untuk menerima perawatan kesehatan adekuat
b.     Intervensi
1)    Kaji kemampuan pasien untuk belajar.
Rasional :  Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkatkan pada tahapan individu.
2)    Identifikasi gejala: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional :  Menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
3)    Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
Rasional :  Memenuhi kebutuhan metabolisme membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan penyembuhan, cairan dapat mengencerkan/mengeluarkan sekret.
4)    Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama.
Rasional :  Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.
5)    Kaji potensi efek samping pengobatan
Rasional :  Mencegah/menurunkan ketidaknyamanan sehubungan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.





0 comments:

Post a Comment

¾