BAB
II
KONSEP
DASAR
A. PENGERTIAN
Tuberculosis paru
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan
gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer, 1999, hal. 472).
Tuberculosis paru
adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang biasanya
ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang dan
mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus (Corwin, 2001, hal. 414).
Tuberculosis adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium Tuberculosis).
Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi juga mengenai organ tubuh
lainnya (Departemen Kesehatan, 2002, hal. 9).
B. ETIOLOGI
Tuberculosis paru
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 0,3 – 0,6 um. Sebagian besar kuman
terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam sehingga disebut bakteri tahan asam. Sifat lain kuman ini adalah
aerob yaitu kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan O2 nya.
Dalam hal ini tekanan O2 pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi
dari bagian lain sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberculosis. (Soeparman, 1999, hal. 715).
Mereka yang paling
beresiko tertular basil adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang
terinfeksi aktif khususnya individu yang sistem imunnya tidak adekuat (Corwin,
2001, hal. 414).
C. MANIFESTASI
KLINIK
Gejala utama TB paru
menurut Mansjoer (1999 hal 472) adalah:
a. Demam
Biasanya subfebril
menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40 –
41oC,
b. Batuk
Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar, sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian
setelah muncul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang
lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak
nafas
Pada penyakit yang
ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian
paru-paru.
d. Nyeri
dada
Nyeri dada timbul
bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Maleise
Gejala maleise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat malam.
Pasien TB paru
menampakkan gejala klinis yaitu:
a. Tahap
asimtomatis
b. Gejala
TB paru yang khas, kemudian stagnansi dan regresi
c. Eksaserbasi
yang memburuk.
d. Gejala
berulang dan menjadi kronik.
Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan tanda-tanda:
a. Tanda-tanda
infiltrat (redup, bronchial, ronchi basah, dan lain-lain).
b. Tanda-tanda
penarikan paru diafragma, dan mediastrium.
c. Sekret
di saluran nafas dan ronchi.
d. Suara
nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.
D. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Menurut Mansjoer
(1999 hal. 472 ) pemeriksaan penunjang pada Tuberculosis paru antara lain:
a. Anamnesis
dan pemeriksaan fisik.
b.
Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat,
Limfositosis)
c.
Foto toraks Postereor Anterior (PA) dan lateral.
Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis tuberculosis, yaitu:
1) Bayang
lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah.
2) Bayangan
berawan (patchy) berbercak (nodular).
3) Adanya
kavitas, tunggal atau ganda.
4) Kelainan
bilateral, terutama di lapangan atas paru.
5) Adanya
kalsifikasi.
6) Bayangan
menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
7) Bayangan
milier.
d.
Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum
BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitif karena
hanya 30 – 70% pasien TB yang dapat di diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
e.
Tes PAP (Peroksislase anti Peroksidase)
Merupakan uji
serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk
menentukan adanya lg 6 spesifik terhadap basil TB.
f.
Tes Mantoux/Tuberkulin
g.
Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman
secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat
mendeteksi meskipun hanya ada satu mikroorganisme dalam spesimen.
h.
Becton Dikinson Diagnotic Instrumen System (BACTEC)
Deteksi Growth Index
berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
Mycobacterium Tuberculosis.
i.
Enzim Inked Immunosorbent Assay
j.
Mycodot
Deteksi antibodi
memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk
sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila terdapat antibodi
spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.
E. PATOFISIOLOGI
Mycobacterium
tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah
(droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Apabila
bakteri tuberculin dalam jumlah yang bermakna berhasil menembus mekanisme
pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati saluran napas bawah, maka
pejamu akan melakukan respons imun dan peradangan yang kuat. Karena respons
yang hebat ini, akibat diperantarai oleh sel T, maka hanya sekitar 5 % orang
yang terpajan basil tersebut menderita tuberculosis aktif. Penderita TBC yang
bersifat menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi
tuberculosis aktif dan hanya pada masa infeksi aktif.
Basil mycobacterium
tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah mengkolonisasi saluran nafas
bawah, maka tujuan respons imun adalah lebih untuk mengepung dan mengisolasi
basil bukan untuk mematikannya. Respons selular melibatkan sel T serta makrofag.
Makrofag mengelilingi basil diikuti oleh sel T dan jaringan fibrosa membungkus
kompleks makrofag basil tersebut. Tuberkel akhirnya mengalami kalsifikasi dan
disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-x toraks.
Sebelum ingesti bakteri selesai, bahan mengalami perlunakan (perkijuan).
Mikro-organisme hidup dapat memperoleh akses ke sistem trakeobronkus dan
menyebar melalui udara ke orang lain. Bahkan walaupun telah dibungkus secara
efektif, basil dapat bertahan hidup dalam tuberkel.
Apabila partikel
infeksi terisap oleh orang sehat, akan menempel pada jalan nafas atau
paru-paru. Kuman menetap di jaringan paru akan bertumbuh dan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer.
Basil tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri
dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan
di salurang hidung dan cabang besar bronkus. Basil tuberkel ini membangkitkan
reaksi peradangan.
Kerusakan pada paru
akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi imun dan peradangan
yang hebat. Edema interstisium dan pembentukan jaringan parut permanen di
alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbondioksida sehingga
pertukaran gas menurun.(Corwin, 2001: 414)
F.
PATHWAY
G.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang
mungkin muncul akibat TBC antara lain (Depkes, 2000, hal 11) :
1.
Hemoptisis
2.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
3.
Bronkiektasis
4.
Pneumotorak
5.
Penyebaran infeksi ke organ lain
6.
Insufisiensi cardio pulmoner
H.
PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer
(1999 hal 473) penatalaksanaan pada tuberculosis paru antara lain:
1. Obat
anti TB (OAT)
OAT harus di berikan
dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisi dengan atau tanpa
obat ketiga.
Tujuan pemberian
OAT, antara lain:
a. Membuat
konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan
bekterisid.
b. Mencegah
kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi.
c. Menghilangkan
atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis.
2. Pengobatan
TB dilakukan melalui 2 fase, yaitu:
a.
Fase awal intensif, dengan kegiatan bekterisid untuk
memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat.
b.
Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada
pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan
konvensional.
OAT yang biasa
digunakan antara lain Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Steptomosin (S) yang bersifat bekterisid dan etambutol yang bersifat
bakteriostatik.
3. Panduan
OAT pada TB paru (WHO 1993)
Panduan OAT
|
Klasifikasi dan
Tipe Penderita
|
Fase Awal
|
Fase Lanjutan
|
Kategori 1
Kategori 2
Kategori 3
|
I. BTA
(+) baru
J. Sakit
berat: BTA (-) luar paru
Pengobatan Ulang:
K.
Kambuh BTA (+)
L. Gagal
M.
TB paru BTA (-)
N.
TB luar paru
|
2 HRZS (E)
2 RHZS (E)
2 RHZES/1 RHZE
2 RHZES/1 RHZE
2 RHZ
2 RHZ/2 R3H3Z3
|
4 RH
4 R3H3
5 RHE
5 R3H3E3
4 RH
4 R3H3
|
Keterangan:
4 HRZ : Tiap hari selama 2 bulan
4 RH: Tiap hari selama 4 bulan
4 H3R3: 3 kali
seminggu selama 4 bulan
I. FOKUS
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Doengoes
(2000 hal 240) data dasar pengkajian pasien antara lain:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala:
1) Kelelahan
umum dan kelemahan
2) Nafas
pendek karena kerja
3) Kesulitan
tidur pada malam hari
Tanda:
1) Takikardi,
takipnea/dispnea pada kerja.
2) Kelelahan
otot, nyeri dan sesak.
b. Integritas
Ego
Gejala:
1) Adanya/faktor
stress lama.
2) Perasaan
tak berdaya/tidak ada harapan.
Tanda:
1) Menyangkal
2) Ansietas,
ketakutan, mudah terangsang.
c. Makanan/cairan
Gejala:
1) Kehilangan
nafsu makan.
2) Penurunan
berat badan.
Tanda:
Tugor kulit buruk, kering/kulit
bersisik.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
Nyeri dada meningkat karena batuk
berulang
Tanda:
Berhati - hati pada area yang sakit.
e. Pernafasan
Gejala
1) Batuk,
produktif atau tak produktif.
2) nafas
pendek
Tanda:
1) Peningkatan
frekuensi pernafasan.
2) Karakteristik
sputum: hijau/purulen, mukoid kuning atau bercak merah.
f. Keamanan
Gejala:
Adanya penekanan imun.
Tanda:
Demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi
sosial
Gejala:
1) Perasaan
isolasi/penolakan karena penyakit menular.
2) Perubahan
pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:
1) Riwayat
keluarga TB.
2) Ketidakmampuan
umum/status kesehatan buruk.
3) Rencana
pemulangan Memerlukan bantuan dengan/gangguan dalam terapi obat dan
pemeliharaan/perawatan rumah.
2. Fokus
Intervensi
Menurut Doengoes
(2000) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus tuberculosis paru
adalah sebagai berikut
1. Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat penurunan kerja
silia.
a. Kriteria
hasil: Menurunkan resiko penyebaran infeksi.
b. Intervensi:
2) Kaji
potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin,
meludah.
Rasional : Sebagai
pemahaman kepada pasien/orang terdekat untuk mencegah infeksi ke orang lain.
3) Identifikasi
orang yang beresiko.
Rasional : Orang –
orang yang terpajan perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran/terjadinya infeksi.
4) Anjurkan
pasien untuk batuk/bersin mengeluarkan ludah dengan tissue.
Rasional : Perilaku
yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
5) Awasi
suhu sesuai indikasi.
Rasional: Reaksi demam indikator adanya
infeksi lanjut.
6) Tekankan
pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : Periode
singkat berakhir 2 – 3 hari setelah kemoterapi awal, resiko penyebaran infeksi
berlanjut sampai 3 bulan.
7) Dorong
memilih makanan seimbang.
Rasional : Adanya
anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses infeksi
dan mengganggu penyembuhan.
2. Tidak
efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal.
a. Kriteria
hasil
Mempertahankan
jalan nafas pasien, mengeluarkan sekret tanpa bantuan, menunjukkan perilaku
untuk mempertahankan bersihan jalan nafas, berpartisipasi dalam program
pengobatan.
b. Intervensi
1) Catat
kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif karakter, jumlah sputum, adanya
hemoptisis.
Rasional : Sputum
berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi) paru
atau luka bronchial dan dapat memerlukan intervensi lanjut.
2) Berikan
posisi semi fowler/fowler tinggi, bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas
dalam.
Rasional : Posisi
membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
3) Bersihkan
sekret dari mulut dan trachea.
Rasional : Mencegah
obstruksi/aspirasi
4) Pertahankan
makanan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra indikasi.
Rasional : Pemasukan
tinggi cairan membantu mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.
3. Resiko
tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif paru, obstruksi jalan nafas.
a. Kriteria
hasil
Melaporkan
tidak adanya/penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen
jaringan adekuat dengan Gas Analisa Darah (GDA) dalam rentang normal, bebas
dari gejala distress pernapasan.
b. Intervensi
1) Kaji
dispnea, takipnea, menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan,
terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
Rasional : TB paru
menyebabkan efek luar pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai
inflamasi difus luas.
2) Tunjukkan/dorong
bernafas bibir selam ekshalasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau
kerusakan parenkim.
Rasional : Membuat
tahapan melawan udara luar, untuk mencegah penyempitan jalan nafas sehingga
membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan nafas
pendek.
3) Tingkatkan
tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
keperluan.
Rasional : Menurunkan
konsumsi O2/kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan
beratnya gejala.
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering
batuk/produksi sputum, dispnea, anoreksia, ketidakcukupan sumber keuangan.
a.
Kriteria hasil
Menunjukkan
BB meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda
malnutrisi, melakukan perubahan pola hidup untuk mempertahankan berat yang
tepat.
b.
Intervensi
1) Catat
status nutrisi: turgor, kulit, BB, integritas mukosaoral, adanya tonus usus,
mual/muntah atau diare.
2) Pastikan
pola diet biasa pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional : Membantu
dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus.
3) Awasi
input/out put dan BB secara periodik.
Rasional : Berguna
dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4) Selidiki
anoreksia, mual, muntah, frekuensi, volume dan konsistensi feses.
Rasional : Dapat
mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan untuk
meningkatkan pemasukan/penggunaan nutrien.
5) Dorong/berikan
periode istirahat sering.
Rasional : Membantu
menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.
6) Berikan
perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
Rasional : Menurunkan
rasa tak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang
merangsang pusat muntah.
7) Dorong
makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional : Memaksimalkan
masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan
makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.
5. Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan
kurang informasi, keterbatasan kognitif, tak akurat/tak lengkap informasi yang
ada.
a.
Kriteria hasil
1)
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan kebutuhan
pengobatan.
2)
Melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki
kesehatan umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang TB.
3)
Mengidentifikasi gejala yang memerlukan
evaluasi/intervensi.
4)
Menggambarkan rencana untuk menerima perawatan
kesehatan adekuat
b.
Intervensi
1)
Kaji kemampuan pasien untuk belajar.
Rasional : Belajar
tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkatkan pada tahapan individu.
2)
Identifikasi gejala: hemoptisis, nyeri dada, demam,
kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional : Menunjukkan
kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan
evaluasi lanjut.
3)
Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan
diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
Rasional : Memenuhi
kebutuhan metabolisme membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan
penyembuhan, cairan dapat mengencerkan/mengeluarkan sekret.
4)
Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang
diharapkan dan alasan pengobatan lama.
Rasional : Meningkatkan
kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai
perbaikan kondisi pasien.
5)
Kaji potensi efek samping pengobatan
Rasional : Mencegah/menurunkan
ketidaknyamanan sehubungan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.
0 comments:
Post a Comment