SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI

Wednesday, July 6, 2016

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA


LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA


a.     DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding alveoli dan rongga interstisium. (secara anatomis dapat timbul pneumonia lobaris maupun lobularis / bronchopneumonia.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang terbanyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 yang dilakukan Departemen Kesehatan, pneumonia tergolong dalam penyakit infeksi akut saluran nafas, merupakan penyakit yang banyak dijumpai.

b.     Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pneumonia :
Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu :
1.     Mekanisme pertahanan paru
Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai organisme yang terhirup seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain: bentuk anatomis saluran pernafasan, reflek batuk, system mukosilier, juga system fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel yang mencapai permukaan alveoli.
Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat dikeluarkan dare saluran nafas, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi infeksi serius. Infeksi saluran nafas berulang terjadi aakibat berbagai komponen system pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.
2.     Kolonisasi bakteri di saluran nafas
Di dalam saluran nafas atas banyak bakteri yang bersifat kosal. Bila jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran nafas bawah dan paru, dan akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran nafas keadaan ini akan bermanifestasi sebagai penyakit.
Mikroorganisme yang tidak dapat menempel pada permukaan mukosa saluran nafas akan ikut dengan sekresi saluran nafas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi. Proses penempelan organisme pada permukaan mukosa saluran nafas tergantung dare system pangemalan mikroorganisme tersebut oleh sel eputel.
3.     Pembersihan saluran nafas terhadap bahan infeksius
Saluran nafas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai mikroorganisme dare saluran nafas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini meninjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit.
Pertahanan paru terhadap hal-hal yang berbahaya dan infeksius berupa reflek batuk, penyempitan saluran nafas dengan kontraksi otot polos bronkus pada awal terjadinya proses peradangan, juga dibantu oleh respon imunitas humoral.

c.     Etiologinya
Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, akan tetapi dapat juga oleh bahan-bahan lain, sehingga dikenal:
1.     Lipid pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral
2.     Chemical pneumonitis : inhalasi bahan-bahan organic atau uap kimia seperti berilium
3.     Extrinsik Allergik Alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung allergen, seperti debu dare parik-pabrik gula yang mengandung spora dare actynomicetes thermofilik.
4.     Drug Reaction Pneumonitis : nitrofurantion, busulfan, methotrexate
5.     Pneumonia karena radiasi sinar rontgen
6.     Pneumonia yang sebabnya tidak jelas : desquamative interstitial pneumonia, eosinofilik pneumonia
7.     Microorganisma



GROUP
PENYEBAB
TYPE PNEUMONIA
Bacteri







Aktinomyctes


Fungi





Riketsia

Klamidia

Mikoplasma

Virus


Protozoa 
Streptococcos pneumonia
Streptococcus piogenes
Stafilococcus aureus
Klebsiella pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus

A. Israeli
Nokardia asteroids

Kokidioides imitis
Histoplasma kapsulatum
Blastomises dermatitidis
Aspergillus
Fikomisetes

Koksiella Burnetty

Chlamidia psittaci

Mikoplasma pneumonia

Infulensa virus, adenovirus respiratory syncytial
Pneumosistis karini
Pneumonia bacteri





Legionnaires disease

Aktinomikosis pulmonal
Nokardiosis pulmonal

Kokidioidomikosis
Histoplasmosis
Blastomikosis
Aspergilosis
Mukormikosis

Q  Fever

Psitakosis,Ornitosis

Pneumonia mikoplasmal

Pneumonia virus


Pneumonia pneumistis (pneumonia plasma sel)

d.     Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya didahului olek infeksi saluran nafas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 derajat C, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian sakit tertinggal waktu bernafas dengan suara nafas bronchial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
1.     Community Acquired Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapatkan di masyarakat, terjadinya infeksi di luar rumah sakit.
2.     Hospital Acquirted Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapat selama penderita dirawat di rumah sakit. Hampir 1 % dare penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatan dan 1/3nya mungkin akan meninggal. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU lebih dare 60 % menderita pneumonia.
3.     Pneumonia in the immunocompromised host yaitu, yang terjadi akibat terganggunya system kekebalan tubuh. Macula ini semakin meningkat dengan penggunaan obat-obatan sitotoksik dan imunosupresif, hal ini akibat dare merningkatnya kemajuan di bidang pengobatan penyakit keganasan dan transplantasi organ.

e.     Gambaran Patogenesis  
Dalam keadaan sehat, paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadan ini disebabkan oleh adanya mekanismer pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya than tubuh, mikroorganisme, dan lingkuingan sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, yaitu :
-       Inhalsi langsung dare udara
-       Aspirasi dare bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orfaring
-       Perluasan langsung dare tempat-tempat lain
-       Penyebaran secara hematogen




Gambaran patologis dalam batas-batas tertentu, tergantung pada penyebabnya. Di antaranya yaitu :
1.     Pneumonia bakteri
Ditandai oleh eksudat intra alveolar supuratif disertai konsolidasi. Proses infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Terdapat konsolidasi dare seluruh lobus pada pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau broncopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang berbecak dengan diameter sekitar 3-4 cm, mengelilingi dan mengenai broncus.
2.     Pneumonia Pneumokokus
Pneumokokus mencapai alveolus-alveolus dalam bentuk percikan mucus atau saliva. Lobus paru bawah paling sering terserrang, karena pengaruh gaya tarik bumi. Bila sudah mencapai dan menetap di alveolus, maka pneumokokus menimbulkan patologis yang khas yang terdiri dare 4 stadium yang berurutan :
-       kongesti (4-12 jam pertama)eksudat serusa masuk dalam alveolus-alveolus dare pembuluh darah yang bocor dan dilatasi
-       hepatisasi merah (48 jam berikutnya) paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit polimorfonuklear mengisi alveolus-alveolus
-       hepatisasi kelabu (3-8 hari) paru-parub tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.
-       Resolusi (7-11 hari) eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh mikrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
Timbulnya pneumonia pneumokokus merupakan suatu kejadian yang tiba-tiba, disertai menggigil, demam, rasa sakit pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat. Pneumonia pneumokokus biasanya tidak disertai komplikasi dan jaringan yang rusak dapat diperbaiki kemabali. Komplikasi tentang sering terjadi adalah efusi plura ringan. Adanya bakterimia mempengaruhi prognosis pneumonia. Adanya bakterimia menduga adanya lokalisasi proses paru-paru yang tidak efektif. Akibat bakterimia mungkin berupa lesi metastatik yang dapat mengakibatkan keadaan seperti meningitis, endokariditis bacterial dan peritonitis. Sudah ada vaksin untuk merlawan pneumonia pneumokokus. Biasanya diberikan pada mereka yang mempunyai resiko fatal yang tinggi, seperti anemia sickle-sell, multiple mietoma, sindroma nefrotik, atau diabetes mellitus.
3.     Pneumonia Stafilokokus
Mempunyai prognosis jelek walaupun diobati dengan antibiotika. Pneumonia ini menimbulkan kerusakan parenkim paru-paru yang berat dan sering timbul komplikasi seperti abses paru-paru dan empiema. Merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang pasien yang dirawat di rumah sakit, pasien lemah dan paling sering menyebabkan broncopneumonia.
4.     Pneumonia Klebsiella / Friedlander
Penderita ini berhasil mempertahankan hidupnya, akhirnya menderita pneumonia kronik disertai obstruksi progresif paru-paru yang akhirnya menimbulkan kelumpuhan pernafasannya. Jenis ini yang khas yaitu, pembentukan sputum kental seperti sele kismis merah (red currant jelly). Kebanyakan terjadi pada lelaki usia pertengahan atau tua, pecandu alcohol kronik atau yang menderita penyakit kronik lainnya.
5.     Pneumonia pseudomonas
Sering ditemukan pada orang yang sakit parah yang dirawat di rumah sakit atau yang mnenderita supresi system pertahanan tubuh (misalnya mereka yang menderita leukemia atau transplantasi ginjal yang menerima obat imunosupresif dosis tinggi). Seringkali disebabkan karena terkontaminasi peralatan ventilasi.
6.     Pneumonia Virus
Ditandai dengan peradangan interstisial disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus meskipun rongga alveolar sendiri bebas dare eksudat dan tidak ada konsolidasi. Pneumonia virus 50 % dare semua pneuminia akut ditandai oleh gejala sakit kepala, demam dan rasa sakit pada otot-otot yang menyeluruh, rasa lelah sekali dan batuk kering. Kebanyakan pneumonia ini ringan dan tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak mengakibatkan kerusakan paru-paru yang permanen. Pengobatan pneumonia virus bersifat sympomatik dan paliatif, karena antibiotik tidak efektif terhadap virus. Juga dapat mengakibatkan pneumonitis berbecak yang fatal atau pneumonitis difus.
7.     Pneumonia Mikoplasma
Serupa dengan pneumonia virus influenza, disertai adanya pneumonitis interstitial. Sangat mudah menular tidak seperti pneumonia virus, dapat memberikan respon terhadap tetrasiklin atau eritromisin.
8.     Pneumonia Aspirasi
Merupakan pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi isi lambung. Pneumonia yang diakibatkannya sebagian bersifat kimia, karena diakibatkan oleh reaksi terhadap asam lambung, dan sebagian bersifat bacterial, karena disebabkan oleh organisme yang mendiami mulut atau lambung. Aspirasi paling sering terjadi selama atau sesudah anestesi (terutama pada pasien obstretik dan pembedahan darurat karena kurang persiapan pembedahan), pada anak-anak dan pada setiap pasien yang disertai penekanan reflek batuk atau reflek muntah. Inhalasi isi lambung dalam jumlah yang cukup banyak dapat menimbulkan kematian yang tiba-tiba, karena adanya obstruksi, sedangkan aspirasi isi lambung dalam jumlah yang sedikit dapat mengakibatkan oedema paru-paru yang menyebar luas dan kegagalan pernafasan. Beratnya respon peradangan lebih tergantung dare pH dare zaat yang diaspirasikan. Aspirasi pneumonia selalu terjadi apabila pH dan zat yang diaspirasi 2,5 atau kurang. Aspirasi pneumpnia sering menimbulkan kompliokasi abses, bronchiectase, dan gangrean. Muntah bukan sarat masuknya isi lambung kedalam cabang tracheobronchial, karena regurgitasi dapat juga terjadi secara diam-diam pada pasien yang diberi anestesi. Paling penting pasien harus ditempatkan pada posisi yang tepat agar secret orofarengeal dapat keluar dare mulut.
9.     Pneumonia Hypostatik
Pneumonia yang sering timbul pada dasar paru yang disebabkan oleh nafas yang dangkal dan terus menerus dalam posisi yang sama.
Daya tarik bumi menyebabkan darah tertimbun pada bagian bawah paru dan infeksi membantu timbulnya pneumonia yang sesungguhnya
10.  Pneumonia Jamur
Tidak sesering bakteri. Beberapa jamur dapat menyebabkan penyakit paru supuratif granulomentosa yang seringkali disalah tafsirkan sebagai TBC. Banyak dare infeksi jamur bersifat endemic pada daerah tertentu. Contohnya di US, hystoplasmosis (barat bagian tengah dan timur), koksibiodomikosis (barat daya) dan blastomikosis (tenggara). Spora jamur ini ditemukan dalam tanah dan terinhalasi. Spora yang terbawa masuk kebagian paru yang lebih difagositosis terjadi reaksi peradangan disertai pembentukan kaverne. Semua perubahan patologis ini mirip sekali dengan TBC sehingga perbedaan kurang dapat ditentukan dengan menemukan dan pembiakan jamur dare jaringan paru.tes serologi serta tes hypersensitifitas kulit yang lambat belum menunjukan tanda positif sampai beberapa minggu sesudah terjadi infeksi, bahkan pada penyakit yang berat tes mungkin negatif. Pneumonia jamur sering menimbulkan komplikasi pada stadium terakhir penyakit tersebut, terutama pada penyakit yang sangat berat, misalnya Ca atau leukemia, candida alicans adalah sejenis ragi yang sering ditemukan pada sputum orang yang sehat dan dapat menyerang jaringan paru. Penggunaan antibiotik yang lama juga dapat mengubah flora normal tubuh dan memungkinkan infasi candida. Amfotinsin B merupakan obat terpilih untuk infeksi jamur pada paru.  

f.      Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leucosit, biasanya > 10.000/µl kadang mencapai 30.000 jika disebabkan virus atau mikoplasma jumlah leucosit dapat normal, atau menurun dan pada hitung jenis leucosit terdapat pergeseran kekiri juga terjadi peningkatan LED. Kultur darah dapat positif pada 20 – 25 pada penderita yang tidak diobatai. Kadang didapatkan peningkatan ureum darah, akan tetapi kteatinin masih dalah batas normal. Analisis gas darah menunjukan hypoksemia dan hypercardia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

g.     Gambaran Radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh streptococcus pneumonia. Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan clebsibella sering menunjukan  adanya konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan, kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainya dapat berupa bercak daan cavitas. Kelainan radiologis lain yang khas yaitu penebalan (bulging) fisura inter lobar. Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas sering memperlihatkan adanya infiltrasi bilateral atau gambaran bronchopneumonia. Firus dan mycoplasma sering menyebabkan pneumonia interstisial terutama radang sptum alveola. Pada pemeriksaan radiologis terlihat gambaran retikuler yang difus.
h.     Penatalaksanaan
1      Koreksi kelainan yang mendasari.
2      Tirah baring.
3      Obat-obat simptomatis seperti: parasetamol (pada hipereksia), morfin (pada nyeri hebat).
4      Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan batuan infus, dekstrose 5%,normal salin atau RL.
5      Pemilihan obat-obat anti infeksi: tergantung kuman penyebab.
6      Pertahankan jalan nafas
7      oksigenasi

 PATHWAY






DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.     Bersihan jalan nafas tidak efektif  berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges, 1999 : 166)
2.     Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
3.     Pola nafas tidak efektif  berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. (Doenges, 1999 :177)
4.     Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 : 172)
5.     Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171)
6.     Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)

FOKUS INTERVENSI
1.     Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
-       Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
-       Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
-       Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
-       Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
-       Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a.     Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius

b.     Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c.     Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas
d.     Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara
e.     Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
f.      Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.
2.     Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan :
-       Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
-       Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
-       Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
a.     kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b.     Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.

c.     Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.
d.     Awsi frekuensi jantung/ irama
Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.
e.     Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
f.      Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.
g.     Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
3.     Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
-       Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/ bersih
Intervensi :
a.     Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.
b.     Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.
c.     Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d.     Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan.
e.     Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f.      Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
g.     Berikan humidifikasi tambahan
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.
h.     Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus.
4.     Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
a.     Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
b.     Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
c.     Catat lapporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
d.     Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
e.     Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
5.     Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :
-       Menunjukkan peningkatan nafsu makan
-       Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi :
a.     Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.
Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah


b.     Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual
c.     Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
d.     Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.
Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal
e.     Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali
f.      Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi
6.     Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
a.     Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
b.     Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
c.     Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik
d.     Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.

Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Jan Tambayonmg (2000), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta


Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta



0 comments:

Post a Comment

¾