Wednesday, February 24, 2016
Saturday, February 20, 2016
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS (DM)
KONSEP
DASAR
A.
Konsep Medis
1.
Pengertian
a.
Pengertian diabetes melitus
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis, termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
(Price, S.A., 1995, hal: 1111)
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, A, 1999, hal: 580).
Diabetes Melitus(DM) adalah masalah yang mengancam hidup (kasus darurat) yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. (Doenges, 2000, hal: 726).
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Long, B.C, 1996, hal: 4).
Berdasarkan beberapa pengertian Diabetes Melitus diatas maka penulis menyimpulkan penyakit Diabetes Melitus adalah penyakit degeneratif dan merupakan suatu penyakit yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat,protein, dan lemak serta dapat mengancam hidup dan disebabkan oleh defisiensi insulin karena adanya peningkatan kadar gula dalam darah.1)
1) Diabetes Melitus Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus, IDDM)
Defisiensi insulin karena
tidak terdapatnya sel-sel langerhans, biasanya berhubungan dengan tipe HLA
spesifik, keadaan defisiensi insulin ini biasanya dikatakan absolut karena
ketergantungan yang sepenuhnya pada insulin-eksogen. Penderita IDDM cenderung
memiliki keadaan intoleransi glukosa yang lebih berat dan tidak stabil. IDDM
lebih kas/cenderung terjadi pada semua usia, umumnya usia muda.
2)
Diabetes Melitus Tipe II (Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus, NIDDM)
Karena suplai insulin
berkurang atau tidak cukup efektif sebagaimana mestinya tingkat gula darah naik
lebih lamban. Tidak banyak protein dan lemak yang dihancurkan, hingga produksi
keton pun tidak banyak, dan rendahnya resiko terkena ketoasidosis koma.
Kebanyakan yang menderita diabetes tipe 2 adalah wanita dari pada pria, mungkin
karena diabetes munculnya di usia yang lebih lanjut dan wanita umumnya hidup
lebih lama (Bilous, R.W., 1999, hal: 12)
3)
Diabetes Melitus Sekunder (diabetes yang berhubungan
dengan keadaan atau sindrom tertentu)
Diabetes yang terjadi
karena akibat kerusakan pada pankreas yang menyebabkan sebagian besar kelenjar
rusak (Bilous, RW., 1999, hal: 14)
4)
Diabetes Melitus yang berhubungan dengan Malnutrisi
Masih terdapat dua
kategori lain yaitu abnormalitas metabolisme glukosa yaitu:
a)
Kerusakan Toleransi Glukosa (KTG)
Konsentrasi
glukosa antara normal dan Diabetes Melitus dapat menjadi normal atau tetap
tidak bertambah, bahkan dapat melebihi nilai konsentrasi tersebut.
b)
Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
Diabetes
yang terjadi pada saat kehamilan adalah intoleransi glukosa yang mulai timbul
atau menular diketahui selama keadaan hamil, karena terjadi peningkatan sekresi
berbagai hormon di sertai pengaruh metabolik terhadap glukosa (Price dan
Wilson, 1995, hal: 1112).
2.
Etiologi
Corwin (2000, hal: 543)
menyatakan etiologi/penyebab Diabetes Melitus tergantung dari tiap-tiap
tipenya.
a. Tipe
I: Insulin Dependent Diabetes Melitus, IDDM
IDDM adalah penyakit
hiperglikemia akibat ketidakabsolutan insulin, pengidap penyakit itu harus
mendapat insulin pengganti. IDDM disebabkan oleh destruksi auto imun, sel-sel
beta pulau langherhans dan terdapat kecenderungan pengaruh genetik.
Diabetes
tipe I biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk berusia kurang dari 30
tahun.
b. Tipe
II Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
NIDDM disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan
resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangkum pengambilan glukosa oleh gangguan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya. Kefosis resisten lebih sering pada orang dewasa, tapi dapat
juga terjadi pada semua umur, kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada
kecenderungan familial, mungkin perlu insulin pada saat hiperglikemik selama
stress (Long, BC, hal: 6).
Diabetes Melitus Sekunder (diabetes yang berhubungan
dengan keadaan atau sindrom tertentu)
Hiperglikemik terjadi karena penganut lain seperti:
kerusakan pankreas, obat-obatan kimia, kelainan insulin, sindrom genetik
tertentu (Long, BC, hal : 6)
c. Diabetes
Melitus yang berhubungan dengan malnutrisi
1)
Kerusakan toleransi glukosa (KTG)
Konsentrasi
glukosa antara normal dan Diabetes Melitus dan dapat menjadi normal atau tetap
tidak berubah bahkan dapat melebihi nilai konsentrasi tersebut.
2)
Diabetes Melitus gastosional (DMG)
Diabetes yang terjadi pada saat kehamilan ini adalah intoleransi
glukosa yang mulai timbul atau menular diketahui selama keadaan hamil, karena
terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon di sertai pengaruh metabolik
terhadap glukosa, maka kehamilan merupakan keadaan peningkatan metabolik tubuh
(Price dan Wilson, 1995, hal: 1112).
3.
Patofisiologi
Pasien-pasien yang
mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa yang
normal, atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat, jika hiperglikemianya
parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosoria. Glukosoria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan mengeluarkan kemih (poliuria)
harus testimulasi, akibatnya pasien akan minum dalam jumlah banyak karena
glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif
dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) timbul
sebagai akibat kehilangan kalori (Price and Wilson, 1995, hal: 1114).
Diabetes Melitus tipe I
dapat terjadi secara akut maupun kronis. Komplikasi akut Diabetes Melitus
adalah ketoasidosis diabetes dan non asidotik hiperosmolar. Pada ketoasidosis
diabetes, kadar glukosa darah meningkat secara cepat akibat glukoneogenesis dan
peningkatan penilaian lemak yang progresif, maka timbul poliurea dan dehidrasi.
Kadar keton juga meningkat (ketosis). Keton keluar melalui urine (ketouria).
Pada ketosis, pH menurun dibawah 7,3 dan menyebabkan asidosis metabolik dan
merangsang hiperventilasi.
Pada diabetes tipe II
komplikasi akut yang terjadi adalah non asidotik hiperosmolar, dimana pasien
mengalami hiperglikemia berat dengan kadar glukosa darah lebih dari 300 mg per
100 ml. Hal ini menyebabkan osmolalitas plasma meningkat dan berakibat poliuria
sehingga menimbulkan rasa haus yang hebat, deficit kalium yang parah sehingga
mengakibatkan terjadinya koma dan kematian (Corwin, 2000, hal : 549).
Penderita diabetes lebih
mudah terkena infeksi. Efeksivitas kulit sehingga pertahanan tubuh pertama
berkurang. Diabetes yang telah terkontrol menyebabkan defosit lemak di bawah
kulit berkurang, hilangnya glikogen dan terjadinya katabolisme protein tubuh.
Kehilangan protein yang menghambat proses peradangan dan penyembuhan luka.
Disamping itu fungsi leukosit, yang semuanya terlibat dalam upaya tubuh untuk
mengatasi infeksi, gagal. Menurunnya sirkulasi darah terhadap bagian yang
terinfeksi juga memperlambat penyembuhan (Long, B.C, 1996, hal: 49).
4.
Tanda dan gejala
Adanya penyakit diabetes
ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita,
beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian adalah:
a. Keluhan
klasik
1)
Banyak Kencing (Poliuria)
Karena sifatnya, kadar
glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering
dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu
malam hari.
2)
Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering
dialami penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan
ini justru sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang
panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita
banyak minum.
3)
Banyak makan (polifagia)
Rasa lapar
yang semakin besar sering timbul pada penderita Diabetes Melitus karena pasien
mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga timbul rasa lapar yang sangat
besar. Untuk menghilangkan rasa lapar itu penderita banyak makan.
4)
Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang
berlangsung dalam relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang
hebat yang menyebabkan penurunan prestasi dan lapangan olahraga juga mencolok.
Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga
sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup,
sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.
Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
b. Keluhan
lain
1)
Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa
sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam hari, sehingga menggangu
tidur.
2)
Gangguan penglihatan
Pada fase awal diabetes
sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti
kacamatanya berulang kali agar tetap dapat melihat dengan baik.
3)
Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa
gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan dan daerah lipatan kulit seperti
ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka
yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele
seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
4)
Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini
menjadi masalah, tersembunyi karena sering tidak secara terus terang
dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih
merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau
kejantanan seseorang.
5)
Keputihan
Pada wanita, keputihan dan
gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan
satu-satunya gejala yang dirasakan.
5.
Penatalaksanaan
Tujuan
utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta
neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal.
1.
Diet
2.
Latihan
3.
Pemantauan
4.
Terapi (jika diperlukan)
5.
Pendidikan
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
§
Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
§
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan
Sebelumnya
Berapa lama klien
menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
§
Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah,
Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
§
Sirkulasi
Adakah riwayat
hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki
yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
§
Integritas Ego
Stress, ansietas
§
Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
§
Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah,
tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
§
Neurosensori
Pusing, sakit kepala,
kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
§
Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
§
Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
§
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
B. Masalah
Keperawatan
- Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari
kebutuhan
- Kekurangan volume cairan
- Gangguan integritas kulit
- Resiko terjadi injury
C. Intervensi
- Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual,
peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi
pasien terpenuhi
Kriteria
Hasil :
§
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien
yang tepat
§
Berat badan stabil atau penambahan ke arah
rentang biasanya
Intervensi
:
§
Timbang berat badan setiap hari atau sesuai
dengan indikasi.
§
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan
bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
§
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri
abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
§
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan
(nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui oral.
§
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan
ini sesuai dengan indikasi.
§
Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti
perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar,
peka rangsang, cemas, sakit kepala.
§
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
§
Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
§
Kolaborasi dengan ahli diet.
- Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik.
Tujuan
: kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria
Hasil :
Pasien
menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin
tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
:
§
Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan
TD ortostatik
§
Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan
kusmaul
§
Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan,
penggunaan otot bantu nafas
§
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor
kulit dan membran mukosa
§
Pantau masukan dan pengeluaran
§
Pertahankan untuk memberikan cairan paling
sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
§
Catat hal-hal
seperti mual, muntah dan distensi lambung.
§
Observasi adanya kelelahan yang meningkat,
edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
§
Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin
dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
- Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan :
gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
§
Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna,
edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
§
Kaji tanda vital
§
Kaji adanya nyeri
§
Lakukan perawatan luka
§
Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
§
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
- Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan
: pasien tidak mengalami injury
Kriteria
Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi
:
§
Hindarkan lantai yang licin.
§
Gunakan bed yang rendah.
§
Orientasikan klien dengan ruangan.
§
Bantu klien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari
§
Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan
posisi
DAFTAR
PUSTAKA
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi
alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta :EGC,
1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3
alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan
edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta
: EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa
H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes
Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI, 2002
Wednesday, February 17, 2016
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PENGUNAAN NAPZA
LAPORAN PENDAHULUAN
Gangguan penggunaan napza
I.
KASUS (MASALAH UTAMA)
Gangguan
penggunaan napza
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
Gangguan penggunaan zat adiktif adalah suatu penyimpangan perilaku
yang disebabkan oleh penggunaan zat adiktif yang bekerja pada susunan saraf
pusat yang mempengaruhi tingkah laku, memori alam perasaan, proses pikir anak
dan remaja sehingga mengganggu fungsi social dan pendidikannya. Gangguan
penggunaan zat ini terdiri dari : penyalahgunaan dan ketergantungan zat.
Penyalahgunaan zat adiktif adalah
suatu pola penggunaan yang bersifat patologis, yang menyebabkan remaja
mengalami sakit yang cukup berat dan berbagai macam kesulitan, tetapi tidak
mampu menghentikannya. Ketergantungan zat adiktif adalah suatu kondisi cukup
berat ditandai dengan adanya ketergantungn fisik yaitu toleransi dan sindroma
putus zat.
- Rentang respon gangguan penggunaan zat adiktif
Rentang respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan
sampai dengan yang berat. Indikator dari rentang respon berdasarkan perilaku
yang ditampakkanoleh remaja dengangangguan penggunaan zat adiktif.
Gambar 1: Rentang respon penggunaan zat adiktif
1.
Penggunaan zat adiktif secara
eksperimental ialah:
Kondisi penggunaan pada taraf awal, disebabkan rasa
ingin tahu, ingin memiliki pengalaman yang baru, atau sering dikatakan taraf
coba- coba.
2.
Penggunaan zat adiktif secara
rekreasional ialah:
Menguunakan zat od saat berkumpul bersama-sama dengan
teman sebaya, yang bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya.
3.
Penggunaan zat adiktif secara
situasional ialah:
Orang yang menggunakan zat mempunyai tujuan tertentu
secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri, seringkali
penggunaan zat ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah
yang dihadapinya. Biasanya digunakan pada saat sedang konflik, stress,
frustasi.
4.
Penyalahgunaan zat adiktif ialah:
Penggunaan zat yang sudah bersifat patologis, sudah
mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan,
dan terjadi penyimpangan perilaku dan mengganggu fungsi dalam peran di
lingkungan social dan pendidikan.
5.
Ketergantungan zat adiktif
ialah:
Penggunaan zat yang cukup berat, telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai oleh adanya
toleransi dan sindroma putus zat. Yang dimaksud sindroma putus zat adalah suatu
kondisi dimana orang yang biasa menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu
berhenti menggunakan atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga
menimbulkan gejala pemutusan zat.
- Faktor pendukung
- Faktor biologis
a.
Genetic: tendensi keluarga
b.
Infeksi pada organ otak
c.
Penyakit kronis
- Faktor psikologis
a.
Gangguan kepribadian: anti
sosial (resiko relatif 19,9%)
b.
Harga diri rendah: depresi
(resiko relatif: 18,8%), faktor social, ekonomi.
c.
Disfungsi keluarga
d.
Orang/ remaja yang memiliki
perasaan tidak aman
e.
Orang/ remaja yang memiliki
ketrampilan pemecahan masalah yang menyimpang
f.
Orang/ remaja yang mengalami
gangguan idetitas diri, kecenderungan homoseksual, krisis identitas,
menggunakan zat untuk menyatakan kejantanannya.
g.
Rasa bermusuhan dengan orang
tua
- Faktor social cultural
a.
Masyarakat yang ambivalensi
tentang penggunaan dan penyalahgunaan zatadiktif: ganja, alkohol
b.
Norma kebudayaan
c.
Adiktif untuk upacara adat
d.
Lingkungan tempat tinggal,
lingkungan sekolah yang terdapat banyak pengedar (mudah didapat: resiko relatif
80 %)
e.
Persepsi masyarakat terhadap
pengunaan zat
f.
Remaja yang lari dari rumah
g.
Remaja dengan perilaku
penyimpangan seksual dini
h.
Orang/ remaja yang terkait
dengan tindakan kriminal
- Stressor presipitasi
- Pernyataan untuk mandiri dan dan membutuhkan teman sebaya sebagai pengakuan ( resiko relatif untuk terlibat NAZA: 81,3%)
- Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
- Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
- Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
- Kompleksitas dari kehidupan modern
- Faktor kontribusi ( resiko relatif 7,9% terlibat penyalah gunaan NAZA)
Seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan
tertekan, dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya
terlibat dalam penyalahgunaan / ketergantungan NAZA, kondisi keluarga yang
tidak baik itu adalah :
- Keluarga yang tidak utuh : orang tua meninggal, orang tua cerai, dll
- Kesibukan orang tua
- Hubungan interpersonal dalam keluarga tidak baik
- Tingkah laku
- Tingkah laku klien pengguna zat sedatif hipnotik
a.
Menurunnya sifat menahan diri
b.
Jalan tidak stabil, koordinasi
motorik kurang
c.
Bicara cadel, bertele-tele
d.
Sering datang ke dokter untuk
minta resep
e.
Kurang perhatian
f.
Sangat gembira, berdiam,
(depresi), dan kadang bersikap bermusuhan
g.
Gangguan dalam daya
pertimbangan
h.
Dalam keadaan yang over dosis,
kesadaran menurun, koma dan dapat menimbulkan kematian.
i.
Meningkatkan rasa percaya diri
- Tingkah laku klien pengguna ganja
a.
Kontrol didi menurun bahkan
hilang
b.
Menurunnya motivasi perubahan
diri
c.
Ephoria ringan
- Tingkah laku klien pengguna alcohol
a.
Sikap bermusuhan
b.
Kadang bersikap murung, berdiam
c.
Kontrol diri menurun
d.
Suara keras, bicara cadel,dan
kacau
e.
Agresi
f.
Minum alcohol pagi hari atau
tidak kenal waktu
g.
Partisipasi di lingkungan social
kurang
h.
Daya pertimbangan menurun
i.
Koordinasi motorik terganggu,
akibat cenerung mendapat kecelakaan
j.
Dalam keadaan over dosis,
kesadaran menurun bahkan sampai koma.
- Tingkah laku klien pengguna opioda
a.
Terkantuk-kantuk
b.
Bicara cadel
c.
Koordinasi motorik terganggu
d.
Acuh terhadap lingkungan,
kurang perhatian
e.
Perilaku manipulatif, untuk
mendapatkan zat adiktif
f.
Kontrol diri kurang
- Tingkah laku klien pengguna kokain
a.
Hiperaktif
b.
Euphoria, agitasi, dan sampai
agitasi
c.
Iritabilitas
d.
Halusinasi dan waham
e.
Kewaspadaan yang berlebihan
f.
Sangat tegang
g.
Gelisah, insomnia
h.
Tampak membesar –besarkan
sesuatu
i.
Dalam keadaan over dosis:
kejang, delirium, dan paranoid
- Tingkah laku klien pengguna halusinogen
a.
tingkah laku tidak dapat
diramalkan
b.
Tingkah laku merusak diri
sendiri
c.
Halusinasi, ilusi
d.
Distorsi (gangguan dalam
penilaian, waktu dan jarak)
e.
Sikap merasa diri benar
f.
Kewaspadaan meningkat
g.
Depersonalisasi
h.
Pengalaman yang gaib/ ajaib
- Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan diri yang biasa digunakan:
- denial dari masalah
- proyeksi merupakan tingkah laku untuk melepaskan diri dari tanggung jawab
- Disosiasi merupakan proses dari penggunaan zat adiktif
- Data khusus
- jumlah dan kemurnian zat yang digunakan
- Sering menggunakan
- Metode penggunaan (dirokok, intravena, Oral)
- Dosis terakhir digunakan
- Cara memperoleh zat (dokter, mencuri, dll)
- Dampak bila tidak menggunakan
- Jika over dosis, berapa beratnya
- Stressor dalam hidupnya
- Sistem dukungan (keluarga, social, finansial)
- tingkat harga diri klien, persepsi klien terhadap zat adiktif
- Tingkah laku manipulatif
III.
POHON MASALAH:
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ancaman kehidupan
a. Gangguan keseimbangan cairan:
mual, muntah berhubungan dengan pemutusan zat opioda
b. Resiko terhadap amuk berhubungan
dengan intoksikasi sedatif hipnotik
c. Resiko cidera diri berhubungan
dengan intoksikasi aklkohol, sedatif, hipnotik
d. Panik berhubungan dengan putus zat
alkohol
2. Intoksikasi
a. Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja
b. Kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan intoksikasi sedatif
hipnotik, alcohol, opioda
3. Withdrawl
a. Perubahan proses piker: waham
berhubungan dengan putus zat alcohol, sedatif, hipnotik
b. Nyeri berhubungan dengan putus zat
opioda, MDMA: extasy
c. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan putus zat opioda
4. Pasca detoksikasi
a. Gangguan pemusatan perhatian
berhubungan dengan dampak penggunaan zat adiktif
b. Gangguan konsep diri : harga diri
rendah berhubungan dengan tidak mampu mengenal kualitas yang positif dari diri
sendiri.
c. Resiko melarikan diri berhubungan
dengan ketergantungan tehadap zat adiktif
Dari pohon masalah, diagnosa yang mungkin timbul :
1. Resiko tinggi menciderai diri
sendiri berhubungan dengan intoksikasi
2. Intoksikasi berhubungan dengan
menarik diri
3. Harga diri rendah berhubungan
dengan gangguan konsep diri
4. Harga diri rendah berhubungan
dengan koping mal adaptif
V.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Kondisi overdosis
a. Tujuan : Klien tidak mengalami
ancaman kehidupan
Rencana tindakan:
-
Observasi tanda – tanda vital, kesadaran pada 15 menit pada 3 jam
pertama, 30 menit pada 3 jam kedua tiap 1 jam pada 24 jam berikutnya
-
Bekerja sama dengan dokter untuk pemberian obat
-
Observasi keseimbangan cairan
-
Menjaga keselamatan diri klien
-
Menemani klien
-
Fiksasi bila perlu
2. Kondisi intoksikasi
Tujuan: intoksikasi
pada klien dapat diatasi, kecemasan berkurang/hilang
Rencana tindakan:
a. Membentuk hubungan saling percaya
b. Mengkaji tingkat kecemasan klien
c. Bicaralah dengan bahasa yang
sederhana, singkat mudah dimengerti
d. Dengarkan klien berbicara
e. Sering gunakan komunikasi
terapeutik
f. Hindari sikap yang menimbulkan
rasa curiga, tepatilah janji, memberi jawaban nyata, tidak berbisik di depan
klien, bersikap tegas, hangat dan bersahabat
3. Kondisi withdrawl
a. Observasi tanda- tanda kejang
b. Berikan kompres hangat bila
terdapat kejang pada perut
c. Memberikan perawatan pada klien
waham, halusinasi: terutama untuk menuunkan perasaa yang disebabkan masalah
ini: takut, curiga, cemas, gembira berlebihan, benarkan persepsi yang salah
d. Bekerja sama dengan dokter dalam
memberikan obat anti nyeri
4. Kondisi detoksikasi
a. Melatih konsentrasi: mengadakan
kelompok diskusi pagi
b. Memberikan konselin untuk merubah
moral dan spiritual klien selama ini yang menyimpang, ditujukan agar klien
menjadi manusia yang bertanggung jawab, sehat mental, rasa bersyukur, dan
optimis
c. Mempersiapkan klien untuk kembali
ke masyarakat, dengan bekerja sama dengan pekerja social, psikolog.
Daftar pustaka:
Cokingting, P.S., Darst,E, dan
Dancy, B, 1992, Mental Health and Psichiatric Nursing, Philadelpia, J.B.,Lippincott
Company, Chapter 8
Shults. Y.M. 1968,Manual of
Psichiatric Nursing Care Plans, Boston, Little.Brown and Company, Chapter
20,21,22.
Stuart, G.W.,dan Sundeen, S.J.,
1991, Pocket Guide to Psichyatric Nursing, (2nd,ed), St. Louis Mosby
Year Book, Chapter 17.
Stuart, Gail W.,1998, Buku Saku
Keperawatan Jiwa, Alih bahasa Yani, Achir, Edisi 3, Jakarta, EGC
Hawari, Dadang.,2003, Penyelahgunaan dan ketergantungan NAZA,FKUI,Jakarta , gaya baru
Hawari, Dadang.,2003, Penyelahgunaan dan ketergantungan NAZA,FKUI,