ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
DENGUE HAEMORRAGIC FEVER
A.
PENGERTIAN
Demam berdarah dengue atau
haemorrogicfever adalah penyaki infeksi akut yang disebabkan oleh viru dengue
(Albovirus) dan ditularkan oleh nyamuk aedes, yaitu aedes aegypti dan aedes
albopictus.
B.
PENYEBAB
Virus dengue tergolong famili/grup
Flavividae yang dukenal ada 4 Serotipe, yaitu Den-1, Deb-2,Den-3,dan Den-4.
Den- dan Den-3 merupakan serotype yang paling banyak diketemukan sebagai
penyebab.
C.
TANDA DAN
GEJALA
a.
Kriteria
Klinis Deferensial
-
Suhu badan
yang tiba-tiba meninggi
-
Demam yang
berlangsung hanya beberapa hari
-
Kurva
demam menyerupai pelana kuda
-
Nyeri
tekan terutama pada otot dan persendian
-
Leukopenia
b.
Kriteria
WHO 1986
-
Demam akut
yang cukup tinggi 2 – 7 hari, kemudian turun secara lisis. Demam disertai
gejala tidak spesifik seperti anoreksia, malaise, nyeri pada punggung, tulang
persendian, dan kepala.
-
Manifestasi
perdarahan seperti uji tornikuet positif, petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdwarahan gusi, hematemesis dan melena.
-
Pembesaran
hati dan nyeri tekan tanpa ikterus
-
Dengan
atau tanpa renjatan
-
Kenaikan
hematokrit > 20%
D.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a.
Darah
-
Leukopenia
dijumpai pada hari ke 2 atau ke 3
-
Dujimpai
juga trombositopenia dan hemokonsentrasi
-
Masa
pembekuan normal, masa perdarahan memanjang
-
Pada
pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, SGPT/SGOT, ureum
dan pH darah mungkin meningkat.
b.
Air Seni
Mungkin
ditemukan albuminurea ringan
c.
Sumsum
Tulang
Pada
awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian pada hari ke 5 hiperseluler dengan
gangguan maturasi. Pada hari ke 10 kembali normal.
d.
Uji
Serologi
Dengan
serum ganda ( Ig M ) dan serum tunggal ( Ig G )
e.
Isolasi
Virus
E.
PATOFISIOLOGI
Setelah virus dengue
masuk ke dalam tubuh, penderita akan mengalami keluhan dan gejala karena
viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh,
hyperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada system retikolo endothelial seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa.
Peningkatan
premeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma,
terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan (
Shock ). Sebagai akibat dari pelepasan zat anafilatoxin, histamine dan
serotonin serta aktivitas system kalikrein yang mangakibatkan ekstravasasi
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Peningkatan
permeabilitas dinding kapiler jyga berakibat pembesaran kapiler yang kamudian
bisa terjadi perdarahan berupa petekie, epistaksis, haematemesis dan melena,
yang dalam hal ini beresiko terjadinya shock hipovolemik.
Homokonsentrasi (
peningkatan kematokrit > 20 % ) menunjukkan adanya kebocoran plasma,
sehingga nilai hematokrit sangat penting untuk patokan pemberian cairan
intravena.
Setelah pemberian
cairan intravena, peningkatan jumlah eritrosit menunjukkan kabocoran plasta
telah teratasi, sehingga pamberian cairan intravena harus dikurang untuk
mencegah edema paru dan gagal jantung. Sebaliknmya bila tidak mendapatkan cairan
yang cukup penderita akan mengalami kekurangan cairanyang dapat mengalami
hipovolemik / renjatan yang bisa timbul anoksia jaringan, metabolic asidosis
dan kematian apabila tidak teratasi segera.
F.
PENGKAJIAN
FOKKUS
a.
Riwayat
Kesehatan meliputi
-
Tempat
tinggal
-
Kondisi
lingkungan
-
Adakah
riwayat bepergian dari kota ( wilayah endemic )
-
Riwayat
pekerjaan
-
Faktor
pencetus daan lamanya keluhan
b.
Tanda –
tanda vital
c.
Pola
nutrisi
d.
Pola
aktivitas
e.
Nyeri /
Kenyamanan
G.
PATHWAYS
KEPERAWATAN
H.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Hipertermi
berhubungan dengan pelepasan asam arakidonat pada hipotalamus sekunder terhadap
pelepasan zat pirogen.
2.
Nyeri
berhubungan dengan peningkatan stimulasi nosiseptor sekunder terhadap peradangan
( proses inflamasi )
3.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, anoreksia sekunder terhadap penekanan pada daerah gaster.
4.
Defisit
volume cairan berhubungan dengan kehilangan plasma darah sekunder terhadap
reaksi immunologi
5.
Resiko
shock hipovolemi berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap pembesaran
kapiler.
I.
FOKUS
INTERVENSI DAN RASIONAL
1.
Hipertermi
berhubungan dengan pelepasan asam arakidonat pada hipotalamus sekunder terhadap
pelepasan zat pirogen.
Intervensi :
a. Kaji saat
timbulnya nyeri
b.
Kaji
tanda- tanda vital tiap 8 jam
c.
Beri
penjelasan tentang penyebab demam
d.
Beri
penjelasan pada klien / keluarga tentang hal –hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasi demam
e.
Pertahankan
tirah baring
f.
Anjurkan
klien untuk banyak minum 2,5 liter / 24 jam
g.
Berikan
kompres hangat
h.
Anjurkan
untuk memakai pakaian yang dapat menyerap keringat
i.
Kolaborasi
untuk mpemberian antipiretik
Rasional :
a.
Untuk
mengidentifikasi pola demam
b.
Tanda
vital dipakai sebagai pedoman untuk mengetahui keadaan umum klien
c.
Penjelasan
yang diberikan dapat membantu menurunkan kecemasan
d.
Keterlibatan
keluarga dapat membantu dalam proses penyembuhan.
e.
Mengurangi
peningkatan metabolisme tubuh yang dapat mempengaruhi peningkatan suhu tubuh.
f.
Dalam
kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi
sehingga memerlukan asupan cairan yang adekuat
g.
Menghambat
pusat simpisis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan
merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan.
h.
Kondisi
kulit yang lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur serta mencegah timbulnya
ruam kulit dan membantu proses penguapan.
i.
Untuk
mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus
2.
Nyeri
berhubungan dengan peningkatan stimulasi nosiseptor sekunder terhadap
peradangan ( proses inflamasi )
Intervensi :
a.
Mengkaji
tingkat nyeri dengan rentang nyeri skala 0 - 10
b.
Beri
posisi dan suasana yang nyaman
c.
Kaji
bersama klien penyebab nyeri yang dialami
d.
Ajarkan
pada klien metoda distraksi selama nyeri akut
e.
Ajarkan
tindakan penurun nyeri invasive
f.
Kolaborasi
untuk pemberian analgetik
Rasional :
a.
Untuk
mengetahui tingkat nyeri yang dialami klirn sesuai dengan respon individu
terhadap nyeri
b.
Membantu
menurunkan ketegangan yang dapat
meningkatkan nyeri
c.
Membantu
klien dalam memilih cara yang nyaman untuk mengurangi nyeri
d.
Dapat
membantu mengalihkan perhatian selama nyeri
e.
Mengurangi
nyeri tanpa beban / rasa yang menyakitkan
f.
Dapat
menurunkan nyeri secara optimal
3.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, anoreksia sekunder terhadap penekanan pada daerah gaster.
Intervensi :
a.
Kaji
kebiasaan diit klien
b.
Kaji
adanya keluhan mual
c.
Beri
makanan yang mudah dicerna
d.
Hidangkan
makanan dalam porsi kecil tapi sering
e.
Jelaskan
manfaat nutrisi untuk proses penyembuhan
f.
Berikan
reinforcement saat klien mau dan berusaha menghabiskan makanan yang dihidangkan
g.
Pertahankan
hygiene mulut baik sebelum dan sesudah makan
h.
Timbang BB
setiap 2 hari sekali
Rasional :
a.
Mengetahui
kecukupan asupan nutrisi
b.
Membantu
menetapkan cara mengatasi mual
c.
Mengurangi
kelelahan saat makan
d.
Adanya
hepatomegali dapat menekan saluran gastrointestinal dan menurunkan kapasitasnya
e.
Meningkatkan
pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat
f.
Motivasi
akan meningkatkan kemauan
g.
Akumulasi
partikel dimulut dapat menambah baud an rasa tak sedap yang dapat menurunkan
nafsu makan.
h.
Dapat
sebagai patokan untuk mengetahui kemajuan atau proses penyembuhan
4.
Defisit
volume cairan berhubungan dengan kehilangan plasma darah sekunder terhadap
reaksi immunologi
Intervensi :
a.
Kaji KU
klien / tanda vital
b.
Observasi
adanya tanda-tanda shock
c.
Anjurkan
klien untuk banyak minum
d.
Kaji tanda
dan gejala dehidrasi
e.
Observasi
input dan output
f.
Kolaborasi
pemberian cairan intravena
Rasional :
a.
Menetapkan
data dasar klien untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan
normal.
b.
Agar dapat
segera dilakukan tindakan untuk menangani
c.
Asupan
cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh
d.
Untuk
mengetahui penyebab deficit volume cairan tubuh
e.
Untuk
mengetahui keseimbangan cairan
f.
Pemberian
cairan intravena sangat penting karena langsung masuk ke pembuluh darah (
vaskuler ).
5.
Resiko shock
hipovolemi berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap pembesaran kapiler.
Intervensi :
a.
Monitor KU
klien
b.
Observasi
tanda-tanda vital tiap 2 – 3 jam
c.
Monitor
tanda-tanda perdarahan
d.
Jelaskan
pada klien / keluarga tentang tanda- tanda perdarahan yang mungkin terjadi
e.
Cek Hb,
HT, AT setiap 6 jam
f.
Kolaborasi
untuk tindakan atau pemberian tranfusi
g.
Kolaborasi
pemberian hemostatikum
Rasional :
a.
Untuk
memantau kondisi klien selama mas perawatan
b.
Observasi
tanda-tanda vital secara terus menerus, untuk antisipasi adanya shock
c.
Perdarahan
yang cepat diketahui dapat segera ditangani atau dicegah
d.
Dengan
memberi penjelasan pada klien / keluarga diharapkan tanda-tanda shock atau perdarahan
dapat segera diketahui
e.
Untuk
mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan sebagai dasar melakukan
tindakan lebih lanjut
f.
Untuk
mengganti darah ( volume darah ) serta
komponen darah yang hilang
g.
Untuk
membantu menghentikan perdarahan
J.
PENATALAKSANAAN
1.
Tirah
baring
2.
makanan
lunak
Minum 1,5 – 2 liter / 24 jam
3.
Pemberian
medikamentosa yang bersaifat simtomatis
4.
Antibiotik
diberikan bila terdapat resiko infeksi sekunder
5.
Pemberian
cairan intravena
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan dan Dokumentasi. EGC: Jakarta
Syaifullah,N. 1998. Buku Ajar Ilmu
Penyakit dalam, FKUI : Jakarta
0 comments:
Post a Comment